Jumat, 23 Mei 2014

Pengantar Tata Hukum Indonesia

HUKUM PERBURUHAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah : PENGANTAR TATA HUKUM INDONESIA
Dosen Pembimbing : Abdul Khair.MH.


Disusun Oleh
Norliyani Aulia
NIM    : 1302120220
Fitriyah Pramitasari
NIM    : 1302120253


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA
JURUSAN SYARI’AH  PRODI EKONOMI SYARI’AH

TAHUN 2014/ 1435 H


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya Kami dapat  menyelesaikan makalah kelompok mata kuliah Pengantar Tata Hukum Indonesia yang berjudul “Hukum Perburuhan“.
 Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis mengharapkan kritik  dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Dan tidak pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Pengantar Tata Hukum Indonesia
 Sebagai bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dapat diterima dan menjadi amal sholeh dan diterima Allah sebagai sebuah kebaikan. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua pembaca pada umumnya .
Wassalamualaikum wr.wb

Palangkaraya , Mei 2014


Tim Penulis
 







DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I             PENDAHULUAN
a.         Latar Belakang.................................................................... 
b.        Rumusan Masalah............................................................... 
c.         Tujuan Penulisan................................................................. 
d.        Metode Penulisan................................................................ 
BAB II            PEMBAHASAN
a.         Pengertian hukum perburuhan ...........................................  
b.        Sumber-sumber hukum perburuhan ...................................  
c.         Hakikat dan sifat hukum perburuhan ................................. 
d.        Subjek dan hubungan kerja hukum perburuhan ................. 
e.         Perjanjian kerja dan perselisihan hukum Perburuhan .........  

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pembangunan nasional, khususnya bidang ketenagakerjaan diarahkan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat pekerja. Oleh karena itu hukum ketenagakerjaan harus dapat menjamin kepastian hukum, nilai keadilan, asas kemanfaatan, ketertiban, perlindungan dan penegakan hukum. Seiring dengan pembangunan bidang ketenagakerjaan, tampak maraknya para pelaku dunia usaha berbenah diri pasca krisis ekonomi dan moneter untuk bangun dari mimpi yang buruk, serta terpaan gelombang krisis ekonomi global yang melanda asia tenggara, di mana Indonesia tidak lepas dari terpaan gelombang tersebut. Pemerintah dalam upaya mengatasi krisis ekonomi global bersama dengan masyarakat, terutama para pelaku usaha, salah satu alasan pokok untuk menstabilkan perekonomian dan menjaga keseimbangan moneter serta menghindari kebangkrutan sebagian besar perusahaan yang berdampak terhadap sebagian besar nasib para pekerja pabrikan dan berujung pada pemutusan hubungan kerja.
Pemerintah selaku pembina, pengawas, dan penindakan hukum melaksanakan aturan hukum dengan hati-hati mengingat posisi pengusaha dan pekerja merupakan aset potensial bagi negara, sekaligus subyek pembangunan nasional yang berkedudukan sama dihadapan hukum. Aturan hukum sebagai pedoman tingkah laku wajib dipatuhi para pihak dan dengan penuh rasa tanggung-jawab. Kepatuhan bukan merupakan paksaan, melainkan budaya taat terhadap ketentuan hukum.
Pada dasarnya hukum ketenagakerjaan mempunyai sifat melindungi dan menciptakan rasa aman, tentram, dan sejahtera dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Hukum ketenagakerjaan dalam memberi perlindungan harus berdasarkan pada dua aspek, Pertama, hukum dalam perspektif ideal diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan (heterotom) dan hukum yang bersifat otonom. Ranah hukum ini harus dapat mencerminkan produk hukum yang sesuai  cita-cita keadilan dan kebenaran, berkepastian, dan mempunyai nilai manfaat bagi para pihak dalam  proses produksi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari hukum perburuhan ?
2.      Apa saja sumber-sumber hukum perburuhan di Indonesia ?
3.      Apa saja hakikat dan sifat dari hukum perburuhan di Indonesia ?
4.      Apa saja subjek dan hubungan kerja didalam hukum perburuhan di indonesia ?
5.      Apa saja perjanjian kerja dan perselisihan hukum perburuhan di indonesia ?
C.     Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui :
                                   1.       pengertian dari hukum perburuhan (ketenagakerjaan) di Indonesia.
                                   2.       Sumber-sumber hukum perburuhan di Indonesia  
                                   3.       Hakikat dan sifat di dalam hukum perburuhan di Indonesia .
                                   4.       Subjek dan hubungan kerja didalam hukum perburuhan di Indonesia.
                                   5.       Perjanjian kerja dan perselisihan hukum perburuhan di Indonesia

D.    Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam makalah ini adalah:
                                 1.         Metode Kepustakaan
                                 2.         Metode Telusur Internet





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum Perburuan
Hukum perburuhan atau ketenagakerjaan (Labour Law) adalah  bagian dari hukum berkenaan dengan pengaturan hubungan perburuhan baik bersifat perseorangan  maupun  kolektif.  Secara tradisional, hukum perburuhan terfokus pada mereka (buruh) yang melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan subordinatif (dengan pengusaha/majikan). Disiplin hukum ini mencakup persoalan-persoalan seperti  pengaturan  hukum  atau  kesepakatan  kerja,  hak  dan  kewajiban bertimbal-balik dari buruh/pekerja dan majikan,  penetapan upah, jaminan kerja, kesehatan dan keamanan  kerja dalam  lingkungan  kerja, non-diskriminasi,  kesepakatan kerja bersama/kolektif, peran-serta pekerja, hak mogok, jaminan pendapatan/penghasilan dan penyelenggaraan  jaminan kesejahteraan bagi pekerja dan keluarga mereka.[1] Dalam kepustakaan internasional, galibnya kajian Hukum Perburuhan terbagi ke dalam tiga bagian:
                                 1.         Hukum Hubungan Kerja Individual (Individual Employment Law);
                                 2.         Hukum Perburuhan Kolektif/perihal (Collective Labour Law);
                                 3.         Hukum Jaminan Sosial (Social Security Law), sejauh terkait dengan pokok-pokok bahasan di atas.
Menurut Molenaar berpendapat hukum perburuhan ialah suatu bagian dari hukum yang berlaku pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dan majikan dan antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan pengusaha. Sedangkan menurut Profesor Mochtar kusumaatmadja, fungsi hukum itu adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang dimaksud  dengan  saran pembaharuan  itu adalah sebagai  penyalur  arah  kegiatan manusia ke arah yang diharapkan oleh pembangunan.[2] Sebagaimana halnya dengan hukum yang  lain, hukum ketenagakerjaan mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan  masyarakat yang menyalurkan arah kegiatan manusia kearah yang  sesuai  dengan  apa  yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan. Pembangunan  ketenagakerjaan  sebagai salah  satu  upaya dalam  mewujudkan  pembangunan nasional diarahkan  untuk mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga  kerja sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban  untuk mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan, dan  pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di bidang  ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan  hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga kerja.[3]
Tujuan dari hukum perburuhan (ketenagakerjaan)  itu sendiri  ialah  sebagai berikut :
a.       Memberdayakan dan mendaya gunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.
b.      Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan  nasional dan  daerah.   Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja.
c.       Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
B.     Sumber-sumber Hukum Perburuhan
Dalam hukum perburuhan Indonesia saat ini, sumber hukum terpenting dalam bentuk perundang-undangan ialah:
                       1.         Undang-undang Ketenagakerjaan
                       2.         Undang-undang tentang Serikat Pekerja/Buruh dan
                       3.         Undang-undang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Ketiga pilar di atas membentuk inti dari hukum perburuhan Indonesia
dan menjadi pokok bahasan pengantar ini. Kendati begitu perlu pula dicermati bahwa sumber-sumber hukum lainnya juga harus dirujuk dan berperan dalam penyelesaian perselisihan atau sengketa perburuhan
konkrit. Secara umum, sumber-sumber hukum yang terpenting ialah:
a.       Perjanjian-perjanjian internasional yang sudah diratifikasi oleh
b.      pemerintah Republik Indonesia
c.       Undang-undang Dasar 1945
d.      Perundang-undangan untuk hal-hal khusus
e.       Peraturan dan Keputusan Menteri
f.       Kesepakatan kerja bersama
g.      Presiden (putusan-putusan terdahulu dari pengadilan)
h.      Peraturan Kerja yang ditetapkan perusahaan
i.        Perjanjian kerja individual
j.        Instruksi oleh majikan/pemberi kerja
k.      Doktrin hukum[4]
C.     Hakikat dan Sifat Hukum Perburuhan
            Hukum ketenagakerjaan dapat bersifat perdata (privat) dan dapat bersifat public. Hukum perdata mengatur kepentingan orang perorang dimana mereka mengadakan suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian kerja. Sedangkan mengenai hukum Perjanjian sendiri terdapat/diatur di dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku ke III.[5]
D.    Subjek dan Hubungan Kerja Hukum Perburuhan
Subjek hukum dalam hubungan kerja pada dasarnya adalah pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja/buruh. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 memberikan perbedaan pengertian pengusaha, perusahaan, dan pemberi kerja. Subjek hukum yang terkait dalam perjanjian kerja pada dasarnya adalah buruh dan majikan. Subjek hukum mengalami perluasan, yaitu dapat meliputi perkumpulan majikan, gabungan perkumpulan majikan atau APINDO untuk perluasan majikan. Selain itu terdapat serikat pekerja/buruh, gabungan serikat pekerja atau buruh sebagai perluasan dari buruh. Pembahasan mengenai hubungan industrial tidak dapat terlepas dari fungsi atau peran serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan. Serikat pekerja atau buruh diatur oleh Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh. Munculnya Undang-Undang ini sebagai hasil reformasi dari hanya diakuinya satu serikat pekerja, SPSI. Setelah adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000, serikat pekerja/buruh yang sudah terdaftar kurang lebih ada 60. Ini merupakan jumlah terbanyak bagi suatu negara yang mempunyai serikat pekerja/buruh lebih dari satu di seluruh dunia.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Adapun pengusaha berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah:
1.      Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
2.      Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
3.      Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar wilayah indonesia.
Batasan pengusaha berbeda dengan pemberi kerja. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Adapun perusahaan berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah:
a.       Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
b.      Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain.[6]
E.     Perjanjian  Kerja, dan Perselisihan Hukum Perburuhan
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Menurut Abdul Kadir Muhammad, S.H dalam buku nya yang berjudul Hukum Perikatan, antara lain disebutkan bahwa didalam suatu perjanjian termuat beberapa unsur, yaitu :[7]
1.      Ada pihak-pihak
Pihak-pihak yang ada disini paling sedikit harus ada dua orang.
2.      Ada persetujuan antara para pihak
Para pihak sebelum membuat perjanjian diberikan kebebasan untuk saling tawar menawar tanpa paksaan.
3.      Ada tujuan yang akan dicapai
Dalam mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu, para pihak terikat bahwa tujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
4.      Ada prestasi yang harus dilaksanakan
5.      Ada bentuk tertentu
Suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, jika secara tertulis maka dibuat oleh pihak dihadapan seorang pejabat umum yang diberi wewenang untuk itu. Perjanjian Kerja yang dalam bahasa belanda biasa disebut Arbeidsovereenkoms, yang dapat diartikan dalam beberapa pengertian. pengertian pertama disebutkan dalam ketentuan pasal 1601 KHUP Perdata, mengenai perjanjian kerja disebutkan bahwa : “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah ”. Selain itu pengertian mengenai perjanjian kerja ditengahkan oleh seorang pakar Hukum Perburuhan Indonesia yaitu, Bapak Prof .R. Iman Soepono, S.H. yang menerangkan bahwa perihal pengertian tentang perjanjian kerja, beliau mengemukakan bahwa : “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu , buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah”. Selanjutnya perihal pengertian Perjanjian Kerja, ada lagi pendapat Prof Subekti, S.H. beliau menyatakan dalam bukunya Aneka Perjanjian, disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah : “Perjanjian antara seorang “buruh” dengan seorang “majikan” perjanjian mana ditandai dengan ciri ciri ; adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah perintah yang harus di taati oleh pihak yang lain. Perihal perjanjian kerja Wiwoho Soedjono, S.H, mengemukakan  bahwa pengertian perjanjian kerja adalah hubungan antara seseorang yang bertindak sebagai pekerja atau buruh dengan seseorang yang bertindak sebagai majikan. Dengan adanya pengertian tentang perjanjian seperti ditentukan diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang. Hal ini akan berlainan dengan pengertian perjanjian kerja.
Perselisihan perburuhan menurut perumusan UU tentang penyelesaian perburuhan adalah pertentangan antara majikan atau sekumpulan majkan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh dikarenakan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja atau keadan perburuhan (pasal 1 ayat UU no. 22 tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan).
Sehubungan dengan perumusan itu maka mengenai perselisihan perburuhan dibedakan antara perselisihan hak (rechtsgescil) dan perselisihan kepentingan (belengengeschil). Dengan perselisihan hak dimaksudkan perselisihan yang timbul karena salah satu pihak pada perjanjian kerja atau perjanjian perburuhan tidak memenuhi isi perjanjian itu atau peraturan majikan ataupun menyalahi ketentuan hukum. Dengan demikian maka mengenai perselisihan hak di bidang perburuhan ada dua badan atau instansi yang berwenang menyelesaikannya, yaitu Pengadilan Negeri dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Tetapi pada waktu itu ada dua perbedaan yang pokok, yaitu :
1. Yang dapat menuntut di muka P4 hanyalah majikan dan organisasi buruh, tidak juga buruh perselisihan, sedangkan di muka Pengadilan Negeri buruh perseorangan dapat mengajukan tuntutannya.
2. Sanksi putusan Pengadilan Negeri adalah semata-mata sanksi perdata, sedang pihak yang tidak tunduk pada putusan Panitia Penyelenggara Perselisihan Perburuhan dapat pula dikenakan pidana kurungan selama-lamanya tiga bulan atau setinggi-tingginya sepuluh ribu rupaih.
Perselisihan kepentingan adalah mengenai usaha mengadakan perburuhan dalam syarat-syarat perburuhan yang oleh organisasi buruh dituntutkan kepada pihak majikan atau menurut perumusan di atas “pertentangan berhubungan dengan tidak adanya penyesuaian paham mengenai syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan”. Perselisihan kepentingan ini hanya dapat diajukan kepada P4, tidak lupa juga kepada Pengadilan Negeri.
Dari rumusan pengertian tersebut di atas juga memajukan bahwa UU No. 22/1957 hanya mengatur penyelesaian perselisihan antara serikat pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan tidak mendapat perlindungan dari UU No. 22/1957 tersebut. Di satu pihak ketentuan ini mengarahkan agar semua buruh menjadi anggota suatu serikat buruh sehingga menghindarkan tuntutan-tuntutan yang kurang beralasan bagi buruh-buruh perorangan, di lain pihak ini dapat merugikan pihak buruh mengingat di Indonesia ini buruh-buruhnya masih banyak yang belum berserikat minded. Untuk mengatasi hal ini maka diharapkan adanya suatu kebijaksanaan yang ini seharusnya ditampung dalam suatu ketentuan dalam UU (hukum acara) yang memberikan hak kepada buruh perorangan mengajukan tuntutan melalui saluran-saluran tertentu.[8]



[1]Mr. L.J.Van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, PT Pradnya Pramita; (Jakarta : 1996)
 hal 367
[2]Titik Triwulan Tutik S.H, M.H, Pengantar Prestasi, pustakarya(Jakarta : 2006) hal 207
[3]Http://situs-aku.blogspot.com/2012/01/makalah-tenaga-kerja.html
[4]Cristine S.T.Kansil, S.H., M.H, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jilid II, PT (Persero)penerbitan dan percetakan balai pustaka( Jakarta ; 2003) hal 145
[5]Ibid, hal 146
[6]Ibid, hal 147
[7]Hartono Hadisoeprapto, S.H, Pengantar tata hukum indonesia, Liberty Yogyakarta (Yogyakarta ; 1999) hal 187
[8]http://social-pajak.blogspot.com/2008/04/penyelesaian-perselisihan-perburuhan.html

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Cristine S.T.Kansil, S.H., M.H, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jilid II, jakarta: PT (Persero) penerbitan dan percetakan balai pustaka, 2003
Hartono Hadisoeprapto, S.H, Pengantar tata hukum indonesia, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,1999
Mr. L.J.Van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, jakarta: PT Pradnya Pramita, 1996
Triwulan Tutik S.H, M.H, Pengantar Prestasi, Jakarta: pustakarya, 2006

Browsing Internet
Http://situs-aku.blogspot.com/2012/01/makalah-tenaga-kerja.html (Diunduh tanggal 10 april 2014. Pukul 16:52) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar